Pembabatan hutan untuk kebun sawit_foto Greenpeace |
Konflik yang
terjadi terkait perkebunan kelapa sawit antara masyarakat dan pihak perusahaan, ramai menghiasi layar kaca kita. Pun di media nasional (cetak dan online) berserakan
berita terkait konflik yang berujung tragedi berdarah di berbagai
tempat dimana perusahaan kebun sawit beroperasi.
Laporan pada laman resmi milik Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Barat menyebutkan, ekspansi perkebunan kelapa sawit telah memicu timbulnya 280 konflik antara investor dengan masyarakat selama tahun 2008 hingga 2011.
Potensi konflik bahkan diprediksikan masih tetap ada sebagaimana yang dikatakan Sujarni Alloy selaku Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar. Dalam laman itu Alloy mengatakan, konflik masih berpotensi terjadi karena masih banyak perusahaan kelapa sawit menggunakan sistem kerja sama dan bagi hasil yang merugikan masyarakat. Sementara itu laporan yang dikeluarkan pihak Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) setempat menyebutkan bahwa konflik terjadi di hampir seluruh Kabupaten yang ada di Kalbar. Konflik tersebut terjadi di Kecamatan Jagoi Babang, Kabupaten Bengkayang; Tempunak, Kedai, dan Tayan Hulu di Kabupaten Sintang; Kecamatan Silat Hulu, Kabupaten Ketapang; Kecamatan Kembayan, Kabupaten Sanggau; Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu.
Sejarah
Singkat Kelapa Sawit
Kelapa sawit
dibawa untuk pertama kalinya oleh pemerintah Hindia Belanda ke Indonesia tahun
1848. Mula-mula ditanam di Kebun Raya Bogor dan sisa benihnya ditanam di
tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun
1870-an.
Meningkatnya permintaan minyak nabati akibat pecahnya Revolusi Industri pertengahan abad ke-19, memupuk gairah pemerintah kolonial untuk membuat perkebunan kelapa sawit skala besar-besaran. Maka munculah ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, yang di kenal dengan jenis sawit "Deli Dura".
Meningkatnya permintaan minyak nabati akibat pecahnya Revolusi Industri pertengahan abad ke-19, memupuk gairah pemerintah kolonial untuk membuat perkebunan kelapa sawit skala besar-besaran. Maka munculah ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, yang di kenal dengan jenis sawit "Deli Dura".
Kelapa sawit mulai dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911 yang dirintis oleh Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt.
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912.(Wikipedia, 2008)
Pendek kata,
tahun ini adalah tahun yang ke 101 dimana kelapa sawit melakukan ekspansi
hingga merambah sampai ke tanah Bolmong.
Kebun Sawit
dan Konflik Berdarah di Tanah Air
Ekspansi
kebun sawit bukan tidak menimbulkan masalah sama sekali. Sejak awal, selain
melalui sistem perbudakan, tak urung menciptakan kerusakan lingkungan dan
konflik agraria. Tak sedikit konflik berujung tragedi berdarah yang memakan
korban nyawa.
Kita tentu masih ingat peristiwa sebagaimana yang ditayangkan televisi swasta (meski di sensor) pada 2011 kemarin. Kemajuan teknologi informasi membuat kita bisa melihat video pembunuhan yang memperlihatkan pemenggalan kepala terjadi di Desa Sungai Sodong, Mesuji, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Konflik yang pecah tersebut gara-gara sawit. Antara masyarakat dan pihak perusahaan yakni PT Sumber Wangi Alam (SWA). Tujuh orang tewas terpenggal dalam peristiwa itu.
Lalu di Riau, kita mengetahui berita kematian Ibu Yusniar selaku masyarakat petani yang
bermitra dengan PT. Tribakti Sari Mas. Ia harus mati tertembak peluru polisi
karena berjuang teguh memperoleh keadilan dari PT TBS karena dalam kemitraan
merasa sangat dirugikan.
Demikian
pula pengusiran paksa yang dilakukan pihak PT. MAI (Mazuma Agro Indo) dan
PT. Torganda di Kabupaten Rokan Hulu terhadap masyarakat adat setempat
yang akhirnya terusir dari ladangnya sendiri. Tak hanya di-usir pihak perusahaan dari tanah ladangnya, rumah warga juga di bakar pada
tahun 2010 lalu. (database kasus SPKS Riau). Forum Nasional SPKS bahkan
mencatat, pada tahun 2010 ada 129 petani kelapa sawit di-kriminalisasi hingga meringkuk di penjara.
Di
Kalimantan Barat, berdasarkan data Walhi setempat mencatat, sedikitnya telah
terjadi 28 konflik agraria antara masyarakat dan investor kelapa sawit di
Kalsel dalam kurun waktu 2008-2011. Disebutkan, tanah adat yang kini
dikuasai pihak investor tersebar di sepanjang kaki Pegunungan Meratus di
wilayah Kabupaten Tabalong, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Banjar,
Tanah Bumbu, dan Kotabaru.
Oleh Komnas
HAM Perwakilan Kalimantan barat, konflik perkebunan sawit disebut sudah sangat
mengkuatirkan. Tak heran perkebunan sawit malah ditetapkan sebagai potensi
terbesar pelanggaran Hak Azasi Manusia.
Konflik terbesar adalah sengketa tanah berupa penolakan masyarakat terhadap perusahaan, perampasan lahan dan tanah masyarakat, penggusuran tanaman milik warga tanpa ganti rugi, penggusuran masyarakat adat dan tempat-tempat yang dipercaya sebagai tempat keramat dan situs budaya, penggusuran sumber air, dan pola kemitraan yang tidak jelas dan lainnya.
Konflik terbesar adalah sengketa tanah berupa penolakan masyarakat terhadap perusahaan, perampasan lahan dan tanah masyarakat, penggusuran tanaman milik warga tanpa ganti rugi, penggusuran masyarakat adat dan tempat-tempat yang dipercaya sebagai tempat keramat dan situs budaya, penggusuran sumber air, dan pola kemitraan yang tidak jelas dan lainnya.
Di Kalimantan Timur, tak hanya masyarakat adat yang tergusur dan berkonflik dengan perusahaan kebun sawit. Populasi Orang Utan berdasarkan laporan dari Pusat Peneliti Hutan Tropis (PPHT) Universitas Mulawarman Kaltim (vivanews.com) terancam karena tempat hidupnya menjadi sempit dan tercaplok perkebunan sawit.
Sementara
itu sebagaimana yang dilaporkan Media Indonesia terkait konflik berkepanjangan
antara masyarakat dan perusahaan kebun sawit, Pemerintah Kabupaten Musirawas,
Sumatra Selatan, menghentikan operasional perkebunan sawit PT Bina Saint
Cemerlang di Desa Sungai Pinang, Kecamatan Muara Lakitan, untuk sementara waktu
sambil menunggu permasalahan pihak-pihak yang bertikai terselesaikan.
Perusahaan
Kebun Sawit Masuk Mongondow
Berita di-liriknya Boloaang Mongondow (Bolmong) oleh investor perkebunan kelapa sawit sudah mulai terdengar sejak pemerintahan Bupati Marlina Moha Siahaan. Kala itu Bupati MMS pernah diwawancarai wartawan merdeka.com saat berada di Jakarta pada Sabtu 23 Juni 2007. Sebagaimana yang pernah ditulis pada laman populer tersebut, dimana Bupati MMS mengatakan; “kita mengundang investor untuk mengembangkan perkebunan sawit dengan menyiapkan lahan 200.000 hektar di beberapa wilayah,". http://www.merdeka.com/ekonomi-nasional/bolmong-siapkan-200-ribu-ha-lahan-untuk-kelapa-sawit-k8hyzme.html
Berita di-liriknya Boloaang Mongondow (Bolmong) oleh investor perkebunan kelapa sawit sudah mulai terdengar sejak pemerintahan Bupati Marlina Moha Siahaan. Kala itu Bupati MMS pernah diwawancarai wartawan merdeka.com saat berada di Jakarta pada Sabtu 23 Juni 2007. Sebagaimana yang pernah ditulis pada laman populer tersebut, dimana Bupati MMS mengatakan; “kita mengundang investor untuk mengembangkan perkebunan sawit dengan menyiapkan lahan 200.000 hektar di beberapa wilayah,". http://www.merdeka.com/ekonomi-nasional/bolmong-siapkan-200-ribu-ha-lahan-untuk-kelapa-sawit-k8hyzme.html
Saat ini, pada 18 September 2012 lalu, Bupati Bolmong Salihi Mokodongan membuka sosialisasi dan presentasi AMDAL penanaman kelapa sawit oleh Izzisen Group melalui PT Inobonto Indah Perkasa.
Pada pokoknya Bupati Salihi mengharapkan kepada pihak investor agar memperhatikan kepentingan masyarakat dan harus berkoordinasi dengan SKPD terkait dan diharapkan dalam setiap kegiatannya nanti harus sepengetahuan aparat pemerintah secara berjenjang.
***
Berkaca pada
pengalaman dan tragedi diatas, terkait perkebunan sawit yang terjadi di tanah
air, sekarang kita bertanya: Pertama: Pak Bupati tahukah Bapak berapa
luas lahan yang sebenarnya diperlukan perusahaan kebun sawit terkait investasi
ini? Kedua: rata-rata perusahaan sawit di tanah air bermasalah,
berkonflik, dan bersengketa dengan rakyat, bahkan darah dan nyawa menjadi
taruhan. Ketiga: contoh kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh
perkebunan sawit di tanah air tak hanya bisa dilihat di media cetak
nasional, tapi di internet berserakan contoh kasusnya. Keempat : berhati-hatilah
terhadap perusahaan kebun sawit.
Bukan anti pembangunan, bukan anti investasi, tapi betapa banyak contoh iming-iming menaikan taraf hidup rakyat dan mimpi kesejahteraan, namun yang terjadi justru malapetaka dan bencana.
Bukan anti pembangunan, bukan anti investasi, tapi betapa banyak contoh iming-iming menaikan taraf hidup rakyat dan mimpi kesejahteraan, namun yang terjadi justru malapetaka dan bencana.
Semoga masuknya
kebun sawit di Bolmong tak membawa petaka baru di tanah leluhur tercinta ini.