Jangankan mendefinisikan geliat rasa
yang melongok berkeluk-keluk dalam dada, untuk mencari kata yang sekedar tepat saja, saya masih merasa kesulitan terkait reaksi apa yang jujur saya rasakan saat pertama kali menonton [Masih] Dunia Lain. Sungguh saya kehilangan kata-kata.
Namun setelah digumuli dengan sabar tanpa
perlu merasa putus asa apalagi muntah-muntah dan nekat bertindak bodoh setelah berhasil mendapatkan
obat serangga, tak ada kata yang lebih tepat dimunajatkan ke Tuhan Yang Maha
Kuasa agar senantiasa menjaga kesehatan Nico Oliver dan Citra Prima beserta semua
kru yang terlibat dalam [Masih] Dunia
Lain di Trans 7.
Berlimpah puji, rasa hormat, haru,
bangga, dan pengakuan penuh takjub, pantas kita kalungkan ke leher mereka. Bukankah sesama anak bangsa harus saling dukung dan selayaknyalah
bongkah-bongkah penghargaan kita usungkan atas bakat, karya, dan dedikasi mereka
terhadap ilmu yang tak semua orang bisa memilikinya.
Lalu negara mana yang tega membiarkan kejeniusan, keunikan, dan keunggulan warganya dicomot secara komersil oleh perusahaan media untuk tampil menakut-nakuti penduduk dari Merauke hingga Sabang lewat tayangan reality show se-sukses [Masih] Dunia Lainmn?
Padahal kejeniusan yang dimiliki Nico
Oliver dan Citra Prima, betapa tidak dimiliki manusia lain di belahan negara manapun di dunia ini, sehingga apalah arti seorang Albert Einstein dibanding
Nico Oliver dan Citra Prima yang tak usahlah difitnah sebagai tukang tipu?
Tayangan [Masih] Dunia Lain sebenarnya menambah kesadaran kita bahwa Indonesia ini tak hanya dikaruniai kekayaan alam semata melainkan diberi pula kelebihan mulia yang diturunkan kepada orang
seperti Nico Oliver dan Citra Prima pun segenap kru—begitupun bintang tamu—yang
terlibat dalam [Masih] Dunia Lain.
Badan antariksa Amerika Serikat
boleh bolak-balik ke bulan dan menaruh robot di permukaan planet Mars. Tetapi
adakah orang NASA punya kemampuan berdialog langsung dengan alien? Bertegur
sapa dan ber-assalamullaikum-man dengan mahluk astral penunggu pohon mangga dan siluman 3 ekor macan?
Kehebatan dua orang fisikawan
Francois Englert dari Belgia dan Peter Higgs dari Inggris peraih penghargaan
Nobel Fisika tahun 2013, tak ada apa-apanya dibanding Nico Oliver dan Citra Prima
yang telah melampaui itu, melompat jauh lebih maju menembus ruang massa.
Francois dan Peter penemu teori “Higgs Boson” atau yang mereka sebut “Partikel Tuhan” membutuhkan waktu hampir 50 tahun dalam memulai penelitian intensif untuk menemukan apa yang dijuluki "Partikel Tuhan". Tentu beda level dengan Nico Oliver dan Citra Prima. Tak butuh waktu bertahun-tahun untuk dapat menembus ruang dan waktu kemudian berdialog dengan mahluk gaib.
Francois dan Peter penemu teori “Higgs Boson” atau yang mereka sebut “Partikel Tuhan” membutuhkan waktu hampir 50 tahun dalam memulai penelitian intensif untuk menemukan apa yang dijuluki "Partikel Tuhan". Tentu beda level dengan Nico Oliver dan Citra Prima. Tak butuh waktu bertahun-tahun untuk dapat menembus ruang dan waktu kemudian berdialog dengan mahluk gaib.
Tapi apalah artinya Nico
Oliver dan Citra Prima tanpa menggandeng seorang pria bersorban putih yang
menambah kesadaran kita kembali bahwa Indonesia memang dikarunia manusia-manusia unggul
yang memiliki banyak kelebihan.
Dialah Muhammad Arif Budiman atau
dalam tayangan [Masih] Dunia Lain dikenal
dengan sapaan Kang Arif. Sembari berkomat-kamit merapal doa terlebih dahulu, Kang Arif memulai percakapannya dengan jin, syaiton, hantu
gentayang, arwah penasaran, perempuan jelmaan macan berekor panjang, terkadang
siluman ular, buaya, dan segala demit beserta turunannya.
Biasanya Kang
Arif memulainya dengan mengucapkan Assalamualaikum kepada jin dan sebangsanya yang merasuki peserta Uji Nyali di acara [Masih]Dunia Lain. Terkadang dengan sedikit gerakan
silat, pimpinan Majelis Zikir Silahturahmi Umat Cahaya Illahi
ini, mengusir syeiton dari dalam tubuh peserta Uji Nyali sembari menempelkan
tapak saktinya ke wajah peserta yang kerasukan jin.
Pembaca, melihat kemampuan Kang
Arif saat berdialog dengan syeiton, disitu saya merasa tak ada apa-apanya. Terlebih saat
Kang Arif berhasil mengusir syeiton—biasanya punya tabiat mendesis lewat mulut peserta—cukup dengan sekali tepuk di punggung. Adegan ini membuat saya diterpa khawatir
dan kasihan kepada peserta yang kecapean. Tak jarang saya refleks berdoa agar peserta diselamatkan dari amukan
perempuan jelmaan macan ekor panjang. Bagaimanapun juga peserta itu adalah
seorang pemuda yang butuh diselamatkan karena sebagaimana kata Jaksa Agung HM
Prasetyo; sudah kewajiban bersama menyelamatkan generasi muda Indonesia karena
masa depan bangsa ada di pundak generasi muda.
Tapi betapa sedihnya saya karena
seorang mahasiswa jurusan Fisika ITB, Anike Nelce Bowaire (dari Papua), yang memperoleh
penghargaan First to Nobel Prize in Physic 2005 dalam Kejuaraan Fisika Dunia di
Amerika, kemungkinan tidak pernah menonton acara yang mungkin ada kaitannya
dengan ilmu Fisika.
Oleh sebab itu saya senantiasa berdoa—hal yang sudah lama
saya lakukan—agar Anike yang belajar di Massachusetts Institute Of Technology (MIT) Amerika
Serikat, sekali waktu dapat menyempatkan diri menonton reality show ini. Sebab
sia-sialah dirimu Anike belajar di Universitas yang melahirkan paling banyak
pemenang Nobel dunia, tanpa pernah tahu ada Nico Oliver, Citra Prima, dan Kang
Arif yang betapa pantasnya juga menerima
penghargaan Nobel di bidang Fisika, Metafisika, atau entah apapun nanti namanya
yang akan disebutkan dewan juri nanti. (Semoga Anike membaca tulisan ini)
Tapi, saya juga tiba-tiba
ingat Yonatan Mailoa. Pada bulan Juni Tahun
2006 silam, saat ia masih merupakan siswa kelas 3 SMA Penabur BPK, ia berhasil merebut Medali Emas Fisika Dunia setelah memenangkan kompetisi yang
diikuti oleh 356 peserta dari 85 Negara. Setahun berikut, usai menamatkan SMA, sama
seperti Anike, di bulan Juli tahun 2007, Yonatan melanjutkan kuliah di MIT –
Massachusets Institute Of Technology, Amerika Serikat.
Lalu siapa diantara kita
yang pernah membuka majalah politik terkemuka di Amerika Serikat,
”Foreign Policy” majalah yang masuk jaringan group Washington
Post? Pada edisi Mei 2008 silam, majalah
itu menempatkan orang kita Dr. Anis Baswedan (sekarang menjabat sebagai Menteri
Pendidikan era Presiden Jokowi), sebagai salah satu dari 100 ”World public Intelectuals”, sejajar dengan Al
Gore, Noam Chomsky, Francis Fukuyama, Umberto Eco, Lee Kuan Yew, sejarawan
India – Ramachandra Guha dan Penulis Fareed Zakaria.
Dan tengoklah pula di Silicon
Valley pusat ITC termasuk pabrik Microsoft di Amerika Serikat, ada 100 ahli IT asal
Indonesia yang bekerja di sana. Bahkan konon banyak juga ahli asal Indonesia yang
bekerja di NASA.
Ah, seandainya saja kelak ilmu riset
teknologi mulai berkembang disini sebagaimana yang coba dikembangkan anak-anak
SMK (meski dapat protes kaum berisik), ratusan tenaga ahli asal Indonesia yang
ada di Amerika Serikat pasti akan pulang kampung.
Tapi apalah arti orang-orang itu dibanding
Nico Oliver, Citra Prima dan Kang Arif yang sudah bisa berdialog langsung
dengan mahluk astral. Ahli-ahli di
bidang IT asal Indonesia ini tentu akan ternganga-nganga melihat kemampuan Nico
Oliver, Citra Prima, dan Kang Arif. Sehingga sadar dan malulah mereka ketika
selama ini berpikir bahwa ilmu yang mereka milikilah yang lebih maju dan diperlukan
dunia terutama rakyat Indonesia.
Maka perasaan yang menyadari bahwa ternyata mereka
tak ada apa-apanya dibanding ilmu yang dimiliki Nico Oliver, Citra Prima dan
Kang Arif, negara harus segera menyelamatkan para ahli IT ini sebelum pada akhirnya mereka bunuh diri dengan cara mematuk-matukkan kepala ke tembok lantaran frustasi atau karena rasa malu yang akut dan sia-sia.
Pembaca, sampai di sini kenapa
kita tak mengusulkan ke pemerintah; kiranya kelak, ketika Nico Oliver,
Citra Prima dan Kang Arif ini menemui ajalnya nanti, mereka tidak usah
dikuburkan. Sebaiknya jasad mereka diawetkan untuk kemudian dimuseumkan. Agar
kelak, generasi mendatang nanti akan mengetahui bahwa Indonesia pernah memiliki orang-orang pilihan yang luar biasa.
Kepada Menteri Pendidikan Dr. Anis Baswedan, kita juga dapat mendesak beliau
agar memasukkan ilmu kanuragan dan apapun itu istilahnya yang Nico Oliver,
Citra Prima dan kang Arif miliki ke dalam kurikulum pendidikan di tahun-tahun
mendatang.
Menteri Luar Negeri, ragam
forum dan lembaga riset, serta lembaga swadaya masyarakat di Indonesia, selayaknya kita dorong untuk berjuang menyuarakan
ke dunia internasional, agar menghadiahi penghargaan Nobel Supranatural
kepada Nico Oliver, Citra Prima, dan Kang Arif. Begitupun kepada para bintang tamu [Masih] Dunia Lain , salah satunya model dan koki seksi Aiko Sarwosari yang beberapa kali muntah karena kerasukan tatkala melihat sosok siluman harimau dan hantu perempuan murung pada segmen uji nyali [Masih] Dunia Lain.
Tapi apakah ini akan terwujud?
Panitia penghargaan Nobel nampaknya akan kerepotan karena tengoklah daftar reality
show berikut; Mister Tukul Jalan-Jalan, Dua Dunia, Late Night, dan masih banyak lagi.
Menonton tayangan reality show tersebut, dimana semua presenter dan bintang tamu berkening lancip dapat dengan begitu mudah melihat dan bercakap-cakap dengan syeiton, di situ kadang saya merasa sende’en.