Senin, 01 April 2013

Bangkitlah Kaum Waria Kotamobagu

Bergetar dan haru! Sedikitnya dua kata itu yang sontak merayapi sanubari tatkala Senin 1 April 2013 siang tadi, saya menyaksikan aksi demonstarsi yang dilangsungkan komunitas Waria dan para pendukungnya di Bundaran Paris Kotamobagu.

Mereka berdemonstrasi menggelar orasi terkait kasus penganiayaan yang dilakukan oknum aparat kepolisian dan Satpol PP terhadap teman mereka Ayu Basalamah belum lama ini. Dalam orasi itu mereka menuntut agar pihak kepolisian mengusut tuntas pelaku kasus kekerasan dan menjadikan hukum sebagai panglima tanpa pandang bulu.

Saya baru mengetahui beberapa jam sebelum demo itu berlangsung, melalui update status seorang teman di kontak BlackBerry Messenger (BBM). Isinya adalah ajakan untuk memberikan solidaritas terhadap Ayu Basalamah, korban kekerasan oknum Polisi dan Satpol PP.

Teman kontak BBM ini adalah sahabat dekat Ayu yang berprofesi sama; penata rias kecantikan. Pendek kata untuk urusan salon-menyalon dan dekorasi puade mereka adalah ahlinya.

Mari pending sejenak soal itu dan kita renungkan kembali prahara hingga berbuntut aksi yang mereka lakukan di Bundaran Paris siang tadi.

Kekerasan

Ya, kekerasan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh yang 'kuat' terhadap yang 'lemah' harus di baca sebagai sebuah 'dosa' yang harus di lawan tak hanya dengan doa atau dengan tangan mengelus dada--lalu perkara usai--melainkan dengan aksi atau tindakan nyata.

Saya bukan berarti mengatakan atau menganjurkan bahwa aksi atau tindakan nyata yang dilakukan untuk membalas tindak kekerasan dan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban,  wajib pula dibalas dengan kekerasan atau kesewenang-wenangan oleh korban terhadap pelaku kekerasan dan kesewenang-wenangan itu.  Kita tidak  bicara dalam konteks revolusi, chaos atau huru-hara yang terjadi dalam sebuah state (negara), apalagi pemberlakuan hukum rimba dalam menuntaskan suatu perkara sekecil atau sebesar apapun itu.

Dalam konteks Ayu, aksi atau tindakan yang wajib dilakukan sebagai respon atas apa yang dialaminya adalah dengan penegakan hukum. Sadar, mengerti dan paham bahwa ada hukum di negara ini adalah modal dasar bahwa siapapun pelaku kekerasan dan kesewenang-wenangan, tentu akan berhadapan dengan hukum.
 
'Kekarasan' yang dilakukan Ayu melalui percakapan (chating) pribadi menggunakan  fasilitas/aplikasi BBM antara dirinya dengan seseorang (hanya berdua) sebagai lawan chating, lalu menyinggung seseorang diluar sana yang dalam percakapan itu disebut Lanjar (telah terserak di media massa bahwa orang yang dimaksud dalam percakapan itu adalah Bupati Boltim Sehan Lanjar), adalah 'kekerasan verbal' dalam bentuk teks yang hanya diketahui oleh 2 orang, yakni Ayu dan lawan chating-nya. Hal itu tak jauh beda ketika misalnya saya mengirim SMS ke adik saya yang sedang terlibat demontrasi mahasiswa dijalanan terkait naiknya harga BBM (Bahan Bakar Minyak), kemudian didalam isi SMS itu saya memberi makian terhadap Presiden SBY karena sakit hati tatkala pemerintah senantiasa menaikan harga BBM.

Atau ketika sedang diatas sampan di tengah Danau Mooat, saya sempat berkirim chating BBM dengan seorang kawan wartawan di Lolak, menyoal diterimanya investor  kelapa sawit masuk Bolmong, kemudian saya dikompori bahwa salah satu kawasan hutan Mangrove di Inobonto kini beralih fungsi alias dirusak dan ditanami sawit oleh pihak perusahaan, maka saking geram dan kecewanya saya lantas memaki Bupati Bolmong Salihi Mokodongan melalui chating BBM. Atau taruhlah makian itu saya lakukan secara refleks lewat hubungan telefon antara dua orang belaka, maka pertanyaan saya adalah; apakah itu sebuah bentuk pelanggaran hukum atau apa? jika hukum maka hukum apa? pidana-kah atau perdata? bagaimana pula dengan lawan bicara saya yang tanpa sepengetahuan saya ternyata merekam, menyimpan lalu menyebarluaskan isi percakapan atau 'penghinaan' itu ke publik?

Jikalaupun kekerasan verbal atau kekerasan dalam bentuk teks itu dilakukan lewat perbincangan dua orang secara pribadi belaka, lalu dianggap merupakan pelecehan, penghinaan, atau perbuatan tidak menyenangkan dan berkonsekuensi hukum, maka saya yakin semua aparat penegak hukum akan kerepotan menangani ribuan kasus penghinaan terhadap pejabat, dan semua sel, penjara, Rutan mapun Lapas tak akan mampu menampung ribuan (mungkin jutaan) warga negara di republik ini.

Mengapa demikian? sebab hampir setiap hari, di depan Tipi , di dapur, di tempat judi, terminal, kolong jembatan, SPBU, rumah bordir, rumah sakit, atau pendek kata di hampir semua tempat dan kesempatan, kerap kuping kita mendengar makian rakyat sebagai bentuk kekesalan terhadap para pejabat publik.

Jika dalam kasus Ayu, (taruhlah) ia dianggap melanggar hukum karena memaki Bupati Boltim Sehan Lanjar lewat percakapan (ingat; percakapan pribadi saja) melalui BBM dengan seseorang, maka yang paling berhak mengadukan Ayu ke aparat berwenang adalah Bupati Boltim Sehan Lanjar. Polisi yang menerima laporan lantas membuatkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) terhadap Sehan Lanjar yang merasa terhina dan dilecehkan. Pengaduan atau laporan yang disampaikan Sehan Lanjar selaku yang merasa korban tentu harus disertai bukti dan saksi-saksi. Maka tentunya pula seseorang yang melakukan percakapan via BBM dengan Ayu juga harus dipanggil, ditanyai, diperiksa, termasuk motif apa yang membuatnya hingga meng-capture dan menyebarkan isi percakapan pribadi tersebut, terlebih tanpa sepengetahuan apalagi atas persetujuan Ayu selaku lawan chating (pribadi).

Selanjutnya jika dalam pemeriksaan tak terbukti bahwa Lanjar yang dimaksudkan Ayu adalah Sehan Lanjar baik dalam kapasitas pribadinya mapun pejabat publik, maka laporan yang dilayangkan tak kuat secara hukum. Ayu bahkan bisa menuntut balik.

Sebaliknya jika dalam pemeriksaan kepolisian terbukti bahwa Lanjar yang dimaksudkan Ayu adalah Sehan Lanjar baik kapasitasnya secara pribadi maupun pejabat publik maka yang menjadi tugas polisi selanjutnya adalah menelusuri apakah Sehan Lanjar baik secara pribadi maupun sebagai pejabat publik (Bupati Boltim), pernah tidak menjanjikan perkara yang disoal? (pemberian pulsa kepada rakyat Boltim) lalu mengingkarinya? Disini kecermatan, kecerdasan, kejeniusan dan profesionalitas penyidik kepolisian layak di uji.

Jika dalam pemeriksaan Sehan Lanjar (terutama dalam kapasitasnya sebagai Bupati) tak terbukti secara hukum bahwa yang bersangkutan pernah menjanjikan pulsa terhadap rakyat Boltim, maka disini posisi Ayu terjepit. Lalu terkait lawan chating Ayu, bukan berarti yang bersangkutan lolos dari jeratan hukum sebab dialah orang pertama yang meng-capture lalu menyebar-luaskan isi perbincangan pribadi itu kemana-mana sehingga Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronika telah siap-siap menantinya.

Sayangnya dalam kasus Ayu, yang terjadi adalah aksi kekerasan dan kesewenang-wenangan yang alangkah tragis dan ironi-nya dilakukan secara brutal oleh oknum-oknum aparat yang punya kewajiban melindungi rakyat. Santer juga isu beredar (sudah bukan rahasia berjamaah) bahwa oknum aparat ini  berada di-lingkaran kekuasaan Bupati Boltim Sehan Lanjar.

Terkait motif yang melatar-belakangi perlakuan kekerasan dan kesewenang-wenangan mereka terhadap yang lemah Ayu Basalamah sehingga nekat mengambil sikap main hakim sendiri, mungkin cuma mereka (pelaku) dan Tuhan yang tahu.

Kebangkitan Kaum Marjinal

Ya, saya senang dan terharu melihat aksi yang dilakukan komunitas Waria di Kotamobagu siang tadi terkait solidaritas mereka terhadap kawan yang lemah (siapapun dia, baik bersalah atau tidak).  Sebuah pemandangan yang saya terjemahkan sebagai kebangkitan kaum termarjinalkan yang bangkit melawan tatkala kesewenang-wenangan ditancapkan kepada mereka yang lemah dan 'minori,sekalian pembelajaran penting terhadap orang Mongondow agar jangan malu-malu turun demonstrasi ke jalan mengeskpresikan perlawanan atas ketertindasan sebab demonstrasi dijalanan bukan ajang cari muka, bukan ajang makang puji, tekeng jago, dan bukan dosa. Demonstrasi (apalagi dalam menuntut kebenaran dan keadilan) adalah tindakan mulia dan beradab.

Mengakhiri tulisan saya kali ini, saya hendak menyerukan; Bangkitlah Kaum Waria Kotamobagu!! Ke depan akan ada banyak rintangan baru lagi yang akan kalian hadapi. Jangan berhenti disini. Tetap bangkit melawan!!