Rabu, 17 April 2013

Selinting Berita Cuaca

Cahya matari siang tadi memang terik menyengat. Di recent update dunia  'Bebekiyah' (BlackBerry Messenger/BBM) berseliweran serapah, maki dan kutuk. Saya malah girang sebab ada 4 potong celana jeans ditambah se-ember kaos dan kemeja yang harus dijemur.

Baru usai ritual tengah hari tua ini, saya dikagetkan dengan bunyi klakson mobil buatan Jepang berwarna hitam yang memasuki halaman rumah kediaman keluarga di Passi.

Rupanya seorang kawan yang dia ini tercatat sebagai warga Kota Kotamobagu. Ia tak datang sendiri. Ada seorang menemaninya. Saya lantas diminta berkenalan tatkala sedang menuntun mereka menuju salah satu ruangan yang biasa dijadikan tempat ngobrol.

Setelah berbasa-basi bertanya kabar, lalu rokok dan kopi, kami bicara ngarol-ngidul kemana-mana. Tak hanya soal rumah makan di Kotamobagu yang menyediakan menu spesial bebek rica-rica, tapi ledakan bom di Boston Amerika Serikat kemarin juga tak dilewati. Paling lucu hingga membuat teman perempuan disampingnya kerap memberi cubitan, adalah ketika topik merembet ke Alaska di tenda dan gundukan-gundukan iglo suku Eskimo, dan soal tradisi dimana manusia-manusia kutub ini akan memberi jamuan berupa perempuan (bahkan Istri sekalipun) kepada tetamu yang datang kemudian menginap di kediaman mereka yang berselimut salju.

Dari belahan Alaska, ke masa reruntuhan Soviet, politik Apartheit, prostitusi terselubung di Manado, menuju ke Korea Utara, Pulau Buru, Hercules, John Key, tambang Namlea, hingga akhirnya ke soal Pilwako Kota Kotamobagu.

Nah, disini akhirnya saya tahu bahwa kawan saya ini adalah pendukung salah satu kandidat diluar pasangan kandidat yang saat ini terkenal bukan karena program atau visi-misi-nya, melainkan rivalitas antara keduanya yang telah menjadi konsumsi publik tak hanya di Kota Kotamobagu namun di seantero Bolmong Raya bahkan Sulut.

Seperti keran bocor, kawan satu ini mulai menyemprotkan isi ledengUtamanya yang kabur-kabur, hitam, coklat ke-abu-abu-an, berbau, sedikit menyakitkan, juga yang bernuansa seronok. Begitu berapi-api hingga sekonyong-konyong membuat saya justru merasa tengah dituntun menuju sirkus dan kebun binatang. Paling aneh adalah ketika apa yang ia semprotkan justru menimbulkan keterangsangan secara seksual. Maklum ada berentet cerita (lebih tepat omelan berbalut gosip) dari dia berisi hal-hal cabul. ;)

Setelah mendapat kesempatan bicara, saya lantas menyarankan dia agar sedapat mungkin menahan diri, terlebih lagi apa yang diumbarnya  (untung bukan di depan umum) sifatnya adalah pribadi seseorang. Apalagi lidah akan mudah bercabang jika memperguncingkan hal tersebut. Hal ini saya sampaikan pada dia mengingat gelagat yang ia tunjukkan sepertinya akan mengarah ke suatu rencana dimana ada niatan untuk sengaja mempergunjingkan 'keburukan' orang yang sifatnya pribadi ke publik. Apalagi sasaranya adalah untuk menjatuhkan terkait Pilwako. Bahkan celaka pula untuk dirinya sendiri apabila yang diumbar hanyalah fitnah belaka alias jauh panggang dari fakta. Bahkan sekalipun itu fakta, alangkah tidak terhormatnya menjatuhkan seseorang dengan cara ecek-ecek apalagi mengorek-ngorek 'kelemahan' yang sifatnya private. Beda kalau itu soal kasus (macam korupsi) yang mengamputasi hajat hidup orang banyak.

***

Tiga jam bicara. Kopi sudah dingin, tinggal sekali teguk, maka amblas. Langit mulai nampak mendung dan cepat menghitam. Guntur pecah bergemuruh. Saya minta waktu menarik pakaian di tali jemuran dan memilih mengeringkanya di mesin. Sejurus dengan itu kawan minta permisi. Cuaca memang cepat berubah. Tadinya panas terik menyengat, tiba-tiba mendung, hitam, basah dan dingin dalam sekejap.

Dalam politik, segala sesuatu memang memungkin bahkan memaksa untuk bisa terjadi. Seperti berita cuaca hari ini.