Kamis, 23 April 2015

Untuk Sigidad : Tanggapan atas Tanggapan (II)

"Sayang sekali, bukan debat yang saya baca, tapi lurus-meluruskan hal yang tak penting"

ITU pesan via SMS. Disampaikan seorang teman yang mengaku "kecewa" atas silang-tanggap antara Saya dan Sigidad; saya menulis; tanggapan datang dari Sigidad; saya tanggapi balik; Sigidad kembali memberi tanggap; sekarang yang ini hadir dan semoga yang terakhir.

Saya tidak akan membahas lagi (terlebih harus mengulang-ulang perkara yang kurang ditangkap-pahami) terkait apa yang sudah ada sebelum ini.

Para pembaca yang akhirnya berdatangan karena undangan via pesan siaran blekberi mesenjer yang disebar Sigidad, saya yakini saja kelelahan.  Tapi bukan karena tak mengerti, apalagi dituduh berotak tumpul yang suka bermain samurai. Namun lebih dikarenakan (mungkin) ketidak-fokusan semenjak Clash of Clan tak hanya sekadar jadi fardu kifayah yang wajib dijalankan para jamaahnya.

Maka apa pentingnya Ibu Kita Kartini dibanding Archer Queen, Valkyrie, Witch, Golem, Healer, Barbarian, atau Pekka? Terlebih, brodkes yang disebar Sigidad sebagai undangan, masuk ke Android tatkala Gobin sedang bergerak cepat memberikan sumbangsih kerusakan pada bangunan-bangunan sumberdaya. Sehingga fokus mana yang lebih berat timbanganya; War atau ketidak-pentingan Kartini?

Jadi begini, saya heran dan merasa sangat menyayangkan ketika melihat Sigidad senantiasa tergelincir ketika memaknai kata Barat di penutup artikel saya sebelumnya. Tapi saya tahu, Minion lah yang membuat semua itu. Oleh sebab itu saya tak perlu kesal apalagi harus memberitahukannya pada Lava Hound.

Dengan senantiasa mengulang-ulang kalimat yang memberi penegasan berkali-kali pada saya bahwa, Barat tak selamanya buruk, menandakan bahwa logika dan pemahaman Sigidad terhadap kalimat itu (tanpa memandang konteks)  diyakininya sebagai; saya adalah anggota ormas FPI yang mengatakan, Barat atau Eropa itu jahat bin kafir. (Utat, konteks au' utat ah, konteks. Pahami konteks).

Segala sesuatu yang dibicarakan pasti memiliki konteks. Ada bingkai atau frame di situ. Tukang blante di pasar juga demikian. Jangan heran jika mereka memilih menjauhi calo' yang berbusa-busa tanpa memahami konteks, apalagi tanpa frame yang membatasi.

Apa konteks yang ada dalam artikel terkait Kartini yang engkau tanggapi Sigidad? Dalam konteks Kartini, ada suatu kondisi yang terjadi; patriarki, kolonialisme dan imperialisme. Memahami konteks adalah memahami suatu rujukan pada sebuah dimensi waktu berupa rentetan-rentetan peristiwa yang terjadi, dirasakan, dan dialami sebelum kita berkomunikasi lewat tanggap-menanggapi di Blog. Apa kondisi yang ada/dialami Ibu Kita Kartini yang saya bicarakan melalui artikel yang engkau tanggapi? Adalah patriarkal, kolonialisme, imperialisme. Itu yang sedang berlangsung. Kartini ada dan hidup di pusaran itu.

Maka betapa engkau hanyut dalam COC dan nekat bahkan tanpa ada rasa iba pada diri sendiri (saja) ketika terlanjur berani menduga-duga bahwa saya anti Barat. Seolah-olah engkau yakin bahwa Barat bagi saya adalah tumpukan-tumpukan keburukan yang alangkah busuknya sehingga harus dimusuhi.

Hahahahaha, saya yang engkau tahu sendiri; sepanjang hari, selama hampir 2 tahun, berjemur dibawah matahari di atas pasir putih bersama para pemilik mata kucing, rambut blonde, dengan pantat-pantat naujubillah, kok tiba-tiba merasa seperti sedang dipaksa mengenakan sorban di kepala, memegang pentungan, dan menjadi anggota ormas anti Barat. Seolah (tanpa isi kepala) saya nekat dan tanpa ada rasa malu menuduh bahwa Barat, yang saya senang sebab tak hanya bekerja dengan mereka selama hampir 2 tahun, adalah wilayah tempat bercokolnya kebusukan. Tidak Sigidad, bukan itu Barat yang ada dalam kepala saya sebagaimana yang (aneh) engkau pahami secara tiba-tiba dalam tulisanmuOh, my god, wtf  Sigidad? What the hell was going on you 83? 

Lalu apa lagi setelah ini Sigidad? Ah, COC telah banyak merubahmu nak. Mungkin saraf-sarafmu terlampau lelah saja; tugas kantor menumpuk dan COC adalah fardu kifayah.