Selasa, 14 Agustus 2012

Cuma Bupati Stow Yang Tahu; Dega’?

(Dimuat di Radar Totabuan 31 July 2012)

“Keep your friends close but keep your enemies closer”. Demikian penggalan kalimat Michael Corleone, anak Don Vito Andolini Corleone, seorang pemimpin organisasi mafia asal Itali yang menetap di New York dalam film The Godfather.

Bagi para pembaca yang sempat menonton film yang penuh intrik karya Mario Puzo ini, tentu ada banyak hal yang bisa dilihat terkait kepemimpinan, kebijakan, loyalitas, akal bulus, kesetian, pengorbanan, kekejaman, tragedi, kasih sayang dan cinta.

Baik, kita tinggalkan sejenak film legendaris yang entah kalau pernah tayang di empat Bioskop yang dulu pernah ada di tanah Mongondow, lalu mari palingkan sejenak ingatan ke soal kebijakan Bupati Salihi terkait Rolling Pejabat Eselon III-IV Pemkab Bolmong yang konon membuat banyak kalangan–utamanya di Bolmong–ternganga-nganga mulutnya. Bahkan salah seorang teman dari teman yang bapaknya adalah PNS senior di Pemkab Bolmong dan berpeluang mengisi posisi Kepala Dinas karena deret kepangkatan dan sumberdaya yang dimilikinya lebih dari sekedar layak, dengan dialeg Mongondow berkomentar: “memang totok bi’ ka’ug” usai dirinya mengetahui hasil rolling tersebut.

Terkait hasil rolling itu pula, DPRD Bolmong bahkan bereaksi dengan mengusung hak interpelasi meski gaungnya kini tak kedengaran lagi baik di surat kabar maupun dari mulut seorang Yusuf Mooduto atau Jemmy Tjia dimana keduanya dikenal sebagai legislator senior pemegang sabuk ban itang di Gedung Paloko Kinalang. Entah karena sudah mendapat "gertakan” dari Yasti Soepredjo, sebagaimana statement srikandi ini (Harian Komentar 12 Juli 2012),  DPRD Bolmong yang sebelumnya tajam tak main-main–konon bukan tajam peda sanger–kini tumpul.

Lantas apa inti pokok dibalik kebijakan rolling tersebut, hingga menimbulkan sederet kehebohan, cemohan plus tawa bermuatan tonte’ek yang kini sudah jadi rahasia berjamaah di jazirah Mongondow?
Jika saya tuliskan lagi disini, maka cuma akan mengulang apa yang sudah ada dan masih seliweran di benak orang Mongondow.

Saya sendiri tidak bermaksud menambah daftar plus-minus akibat rolling tersebut. Bagi saya Bupati punya hak prerogatif dalam menentukan siapa yang layak duduk di kabinetnya. Lagian sudah ada Baperjakat yang bukankah memang berfungsi? Sebab kalau tidak berfungsi maka tepatlah ungkapan “ka’ug” tadi.

Akan tetapi yang menarik dan cukup membuat saya merasa campur aduk adalah; kemunculan nama dari orang-orang yang konon sudah menjadi rahasia berjamaah bahwa mereka inilah para “tersangka” dan musuh Bupati Salihi pada moment Pemilukada 2010 silam. Para oknum tersangka ini pulalah yang konon kreator istilah-istilah memalukan sebagai bahan mengolok-olok Salihi yang ketika itu masih berstatus sebagai calon Bupati.

Sekarang, satu dua orang tersangka ini selain mendapat posisi nyaman,dapat bonus makin dekat dan makin disayang Bupati. Tak perlu dibeber disini siapa mereka. Sebab selain ini bulan puasa (meski ada sabda nabi: katakan benar sekalipun itu pahit), tukang jual deho di pasar pun tahu siapa para tersangka ini. Apalagi yang tempo hari pernah tereak-tereak di Mahkamah Konstitusi bersaksi dibawah sumpah terkait tuduhan ijazah palsu sang Cabub yang akhirnya jadi Bupati Bolmong terpilih.

Perlu diketahui juga bahwa satu dua orang tersangka ini, ada mulutnya yang sepertinya lincah terlatih menyemburkan kalimat; “Kiapa ngoni mangiri so? Talang bom joh”.

Adidi au’ah, pembaca mungkin cepat menebak atau berburuk sangka kalau omongan tersebut datangnya bisa saja dari Dra Ulfa Paputungan yang setelah dilengser dari jabatanya selaku Kepala Dinas Pendidikan Bolmong dan turun peringkat menjadi staf khusus bidang pendidikan pada Februari silam, kini ditunjuk Bupati Salihi supaya mau menduduki jabatan selaku Asisten III Pemkab Bolmong. Atau pembaca lain mungkin yakin menebak, kalimat sinis macam diatas tadi bisa muncrat dari mulut seorang Linda Lahamesang yang para penjual Tude’ di Pasar Serasi dan sopir-sopir pick-up bermuatan Malalugis dan Tandipang tahu siapa Linda saat Marlina Moha Siahaan berkuasa selama 2 periode dan dimana dia saat moment Pemilukada silam.

Orang mungkin berpikir, Bupati Salihi adalah contoh orang bijak yang tidak mau menganggap musuh sebagai lawan? Atau mereka yang pernah menonton The Godfather mungkin berpikir; Bupati sedang memainkan peran sebagaimana yang dilakukan Michael Corleone; Menjaga musuh agar lebih dekat daripada sahabat untuk kemudian dibasmi. Atau adakah kalimat yang santer pula kita dengar dari beberapa kader partai di Bolmong yang jika ada hajatan politik akbar digelar  (semacam penentuan calon atau semacamnya), lalu ada kesempatan coffee break seusai “perkelahian” di forum,  ada kader menyeletuk sinis ditengah kongkow-kongkow: “Bos besar bilang, biar jo dia. Sebab politisi yang kuat dan handal adalah yang mampu membunuh lawan dalam pelukan”.

Mungkin ini cuma bualan alam berpikir saya. Apa Anda percaya kalau iklim dan budaya politik di Bolmong memang setaraf kata-kata itu? Apa Anda percaya Bupati Salihi punya rencana “indah se indah” rencana Corleone terhadap musuh-musuhnya?

Pada sebuah kesempatan lalu, Bupati Salihi sambil berdiri di atas panggung pernah mengatakan bahwa usai Pemilukada 2010, ia tak lagi memiliki musuh kecuali kawan. Bahkan dendam pun tidak,meski ungkapan itu dihiasi kalimat manis bernada diplomatis tatkala sang Bupati terpilih mengatakan bahwa dirinyapun bukan seorang pelupa.

Tapi, belakangan ada satu dua teman sedamping Bupati Salihi yang mengaku telah lelah bercucur keringat saat moment Pemilukada, kini mulai dilupakan. Tragisnya lagi orang yang nyata-nyata mereka sebut sebagai musuh, justru di rangkul Pak Bupati.

Jadi apa yang terjadi dengan anda Pak Bupati sehingga rolling eselon bisa begitu kontroversial? Dan orang-orang yang katanya disekeliling Anda kini terabaikan.

Cuma Bupati stow yang tahu. Dega’?