Rabu, 15 Agustus 2012

Kirsuh TPAPD dan sumpah TRIAD

(Di muat di Radar Totabuan Edisi Kamis 9 Agustus dan Sabtu 11 Agustus 2012)

Penggerusan dana TPAPD Tahun 2010 di kas Pemkab Bolmong bukan cuma membuat hati orang Mongondow, terluka. Kejadian itu malah seperti bentuk pandang enteng (kalau enggan disebut penempelengan) terhadap 1.353 Pamong Desa yang terdiri dari para Sangadi hingga Porobis se-Bolmong.

Memiriskan lagi sebab oknum yang diduga kuat penyebab utama bermulanya kasus itu, ternyata kebal hukum. Kapolres AKBP Enggar Brotoseno SIK beserta jajaran penyidiknya di Mapolres Bolmong sepertinya segan dan kehilangan taji dalam menyidik perkara "pinjam meminjam" dana TPAPD yang oleh audit BPKP divonis merugikan negara sebesar Rp 3,8 Milyar. Pun Jaksa Penuntut Umum (JPU) Lukman Effendy SH yang dikenal tak hanya cerdas melainkan juga tegas, keras, dan tak kenal kompromi, ternyata tak punya daya apa-apa dan terkesan lembek dalam menghampar jerat hukumnya ke sasaran sehingga yang kena jaring, kalau bukan ikan timah, ya nilem dan mujair kurus yang ngos-ngosan kekurangan oksigen.

Maka mitos untouchable yang melekat pada the play maker yang diduga kuat pelaku dalam penggerusan uang milik negara tersebut, kian kuat seolah membenarkan kalau predikat itu bukan isapan jempol belaka. Maka jangan heran jika ada kalimat; "Sakti memang eh!" yang keluar dari lima-sepuluh sopir bentor yang biasa singgah melalap halaman muka (tersegel) semua koran terbitan Sulut yang berjejer di trotoar Jalan Adampe Dolot depan Hotel Tentram Mogolaing, terlebih saat kasus ini terkuak di media.

Maka benar pulalah bisik-bisik orang di warung, pasar, dan di terminal; "Ada ba pake stow kang?" hingga persangkaan adanya susuk atau benda-benda keramat yang disematkan di badan, yang konon mampu meluluhkan hati banyak orang, sepertinya benar adanya.

Kasus inipun konon minta tumbal orang-orang yang tak ikut bersalah dan tak pernah menikmati aliran dana yang digerus meski se-perak. (http://kontraonline.com/6579/iswan-dan-suharjo-mengaku-siap-masuk-bui/)

Lantas dimuarakan kemana aliran dana miliaran itu?

Saat dicari tahu dengan beragam cara termasuk keterangan disejumlah media, dan di kroscek langsung ke dua orang yang telah lebih dulu jadi tersangka (Mursyid Potabuga dan Cimmy Wua), diketahui bahwa kasus ini bermula pada 2010 silam dimana Pemkab Bolmong yang waktu itu di nahkodai Bupati Marlina Moha Siahaan mengalokasikan dana sebesar Rp 12.337.400.000 dalam APBD Tahun Anggaran 2010 untuk pembayaran TPAPD.

Pada saat dana TPAPD Triwulan II hendak disalurkan, secara mengejutkan, pada tanggal 8 Juni 2010, Bupati Bolmong Marlina Moha Siahaan (MMS) menghubungi Mursid Potabuga selaku Kabag Pemdes masa itu supaya bisa merapat ke Rudis Bupati di Bukit Ilongkow, sebagaimana pengakuan Cimmy dan Mursid.

Bupati ternyata meminta ke Mursyid supaya sebelum dana TPAPD Triwulan II dicairkan, dirinya bermaksud meminjam Rp 1 Miliar dari dana tersebut dan akan mengembalikanya dalam jangka waktu dua minggu. Anehnya, dikatakan kalau dana pinjaman yang akan ditukar itu akan diambil dari dana yang ada di Bappeda. Sehingga alangkah ka'ug-nya memang, kata istilah Mongondow.

Namun, Mursyid yang bukan cuma orang Kotobangon yang tahu, bagaimana kadar loyalitasnya terhadap Bupati Marlina, menuruti perintah itu meski tahu apa yang akan ia lakukan dengan Bupati itu adalah sebuah kesepakatan jahat dan akan berdampak hukum. Terlebih jika di antara mereka ada yang berkhianat.

Maka didorong unjuk loyal dan jargon 3 huruf; ABS (Asal Bunda Senang), Mursyid tancap gas bermodal kepercayaan terhadap Bupati Marlina yang sudah dianggapnya sebagai Kakak sendiri. Lagi pula dirinya tahu, yang meminjam toh Bupati, bukang orang laeng. Sehingga tanpa banyak cingcong, kata sepakat berjabat dan saling sambut.

Sialnya, Suhardjo Makalalag yang ketika itu berada di Jakarta, dihubungi Bupati via ponsel. Calon doktor Universitas Victoria Australia yang ketika itu menjabat selaku Kepala Bappeda, lantas diminta supaya mau menjadi atas nama peminjam, sebab akan dibuatkan surat terkait peminjaman dana oleh Bupati. (Hm, mirip koperasi simpan pinjam aja ya pembaca).

Tanpa pikir panjang, Suhardjo yang juga alumni negeri Paman Sam--namun ternyata mudah ditololi--menyetujui skenario tersebut. Surat peminjaman lantas dibuat dan sekembalinya Suhardjo dari Jakarta, segera membubuhi tanda tangan selaku orang yang meminjam meski ia tidak pernah melihat, membaui, atau merasakan se-sen pun dari uang itu, sebagaimana yang sering ia sampaikan dengan sumpah bahkan niat berjihad demi kebenaran.

Selanjutnya bak sebuah komplotan, Sekda Ferry Sugeha, Asisten III Farid Asimin dan Kabag Pemdes Mursyid Potabuga, ikut membubuhkan tanda tangan sebagai saksi peminjaman, lalu cairlah dana yang dipinjam itu ke kantong Bupati MMS, sebagaimana yang disampaikan para tersangka, termasuk Mursyid ketika daam persidangan. (sungguh ini seperti sebuah komedi birokrasi administrasi yang naujubilah).

Dua bulan kemudian, yakni tanggal 18 Agustus 2010 terjadi pergantian Kabag Pemerintahan Desa, dari pejabat lama Mursid Potabuga S.Sos kepada pejabat baru Cimmy Wua STP.

Baru seminggu menjabat, Cimmy lantas mengetahui bahwa dana TPAPD Triwulan III yang akan dibayarkan ke pamong desa, ternyata disimpan oleh Mursid Potabuga di rekening pribadi. Tak mau bermasalah, pelak Cimmy menghubungi Mursyid dan meminta supaya dana tersebut dikembalikan. Mursyid mengiyakan, namun yang diberikan tinggal Rp 1,9 Milyar dari yang seharusnya Rp 2,9 Milyar.

Lantas kemana yang 1 Miliar? Rupanya sudah dikurangi Mursyid untuk menalangi TPAPD Triwulan II karena dana TPAPD Triwulan II tekor 1 Miliar sebab masih dipinjam Bupati Marlina Moha Siahaan (MMS).

Seolah tak sisa berbuat apa, dana TPAPD Triwulan III yang tinggal Rp 1,9 Milyar itu akhirnya diterima Cimmy sembari menelan ludah pahit. Ia masih membutuhkan Rp 1 Milyar lagi agar TPAPD Triwulan III bisa dibayarkan ke para Sangadi, Porobis dan Kepala-Kepala Dusun, dimana ia hendak memberi kesan baik utamanya kepada media yang beberapa kali memukulnya terkait keterlambatan pencairan dana tersebut.

Namun apa daya Cimmy? Kemana dan kepada siapa ia bisa mencari dana pengganti Rp 1 milyar. Parahnya lagi entah sosok jin berkelamin apa dan dari alam gaib mana yang menggoda Cimmy sehingga dia yang sudah tahu kalau dana TPAPD Triwulan III sudah tergerus, pada 9 September 2010 justru meminjamkan dana tersebut ke Mursyid sebesar Rp 112 juta.

Selanjutnya atas perintah Bupati MMS sebagaimana pengakuan Cimmy, alumni STPDN ini memberi uang (masih dari dana yg sudah tekor itu) ke Ikram Lasinggaru sebesar Rp 250 Juta lalu pada hari itu juga Ikram segera memberinya ke Bupati MMS entah untuk apa. Penggerusan ternyata tak berhenti sampai disitu, sebab pada bulan September 2010, Edi Gimon datang menemui Cimmy di kantornya. Edy mengaku disuruh Bupati MMS untuk cari pinjam uang ke Sekda Ferry Sugeha yang lantas menyuruh Edy supaya menemui Cimmy. Kepada Cimmy, Edy mengatakan kalau Bupati MMS mau pinjam uang untuk pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) PNS jajaran Pemkab Bolmong dimana dana itu akan dipakai untuk beli Coca Cola, Sprite dan Fanta sehingga dana TPAPD Triwulan III tergerus lagi sebesar Rp 105 Juta yang lantas diberikan Cimmy ke Edy.

Peribahasa; "titip kata bisa jadi lebih, titip uang bisa jadi kurang" rupanya tidak mengajari Cimmy. Dan itulah yang terjadi dalam drama pengerusan dana TPAPD II dan III Tahun 2010. Entah kemana lagi dana-dana itu sehingga pembayaran TPAPD selanjutnya terjadi secara gali lobang tutup lobang alias cek undur kata orang Gogagoman. Tak dinyana untuk membayar utang-utang kantor yang entah bagaimana ceritanya, Cimmy juga mengambil dari TPAPD II termasuk ketika ia berlagak seperti kepala koperasi simpan pinjam yang memberi pinjaman ke para nasabah dari ambilan yang bernilai Rp 10 Juta hingga Rp 100 Juta.

TPAPD dan sumpah TRIAD

Bagi anda yang terbiasa nonton film bertema Mafia, mungkin tahu apa itu TRIAD? Ya, Ini adalah organisasi mafia--semacam Yakuza kalau di Jepang--yang mula-mula lahir di China kemudian besar dan berpusat di Hong Kong. Organisasi kriminal ini terus berkembang mengelola sejumlah bisnis ilegal dan meraup banyak untung. Dalam dunia kejahatan mereka juga terkenal kejam dan memiliki "cabang" diberbagai negara mulai dari Macau, Thailand, Singapura, Kanada, belahan bumi Eropa hingga Amerika Serikat. (siapa sangka di Bolmong juga ada).

Lantas apa hubunganya TRIAD dengan TPAPD Bolmong?

Setelah kita tahu bahwa penyidik di Polres Bolmong dan Jaksa Penuntut Umum Lukman Effendy SH tidak memiliki kemampuan apa-apa untuk menggali lebih dalam dan membongkar kasus ini sampai ke akar-akarnya, mari kita bawa renung sejenak pikiran ke syarat-syarat menjadi anggota TRIAD yang penulis kutip dari wikipedia.com

Untuk menjadi anggota TRIAD, harus menjalankan upacara dengan mengucapkan 36 butir sumpah. Kita ambil 3 butir di antaranya yang paling terkenal:

1. Setelah memasuki gerbang Hung I, saya harus memperlakukan orangtua dan kerabat dari saudara sesumpah saya sebagai keluarga saya sendiri. Jika saya melanggar saya bersedia mati disambar lima petir.

2. Saya tidak akan berkonspirasi dengan orang lain untuk mencurangi saudara sesumpah saya dalam berjudi. Jika terjadi saya akan mati oleh pedang anggota-anggota saya sendiri.

3. Jika saya mengetahui bahwa Pemerintah mencari saudara sesumpah saya, maka saya akan segera memberitahu saudara sesumpah saya tersebut agar ia dapat melarikan diri dengan segera. Jika melanggar saya akan mati disambar lima petir.

Tiga sumpah yang di ikrarkan melalui prosesi semacam be'at ini harus dipegang teguh para anggota TRIAD. Tak heran jika di film kita menyaksikan bagaimana mereka yang tertangkap polisi atau musuh geng tetap diam seribu bahasa dan pantang "bernyanyi merdu" meski biji mata mau copot dan terancam kehilangan jari kuku lewat proses interogasi dan penyidikan yang bukan cuma brutal tapi tak berperikemanusian. Ibarat kata dalam bahasa Mongondow; ingkompongan pun mereka tetap setia dalam diam demi melindungi saudara sesumpah. Jangankan ke penjara,matipun mereka rela.

Sekarang,apakah dana TPAPD yang dipinjam Bupati MMS benar sudah dikembalikan yang bersangkutan ke Mursid? Kemudian Mursid memberikan lagi ke Cimmy? Lantas mengembara kemana lagi dana itu hingga BPKP mem-vonis terjadi kerugian negara sebesar Rp 3,8 miliar lebih?
Nah,kemana dana itu? Ke kantong Cimmy seorangkah yang saat ini masih dikejar-kejar rentenir sampai ke penjara karena masih ada utang diluar yang belum dibayar?

Ampun... Cimmy Wua, Mursyid Potabuga, Iswan Gonibala, Suhardjo Makalalag, Ikram Lasinggaru, apakah kalian anggota TRIAD yang sudah terlanjur mengikrarkan 3 sumpah menyeramkan diatas? Atau kalian memang disumpah untuk "patah kalo patah" dan merana dalam dinginya penjara? Apakah kalian memang sudah tahu dibikin senasib bak ikan-ikan teri yang dijadikan umpan di ujung kail? Atau memang "gulapung bi' dega' moikow".

Kita tunggu minggu depan sebagaimana janji Cimmy dan Mursyid.