Rabu, 29 Agustus 2012

Pion Pion Tumbal TPAPD Bolmong; Jangan Tanya Pada Rumput Yang Bergoyang


Anggaplah ini "sekuel" dari tulisan sebelumnya; Kisruh TPAPD Bolmong dan Sumpah TRIAD

 Harian METRO
Dihadapan penyidik, Mursyid Potabuga ternyata tak memberikan keterangan abal-abal terkait aliran dana TPAPD (Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa) Triwulan II Tahun 2010 saat dirinya pertama kali di periksa. Terlebih ketika audit BPKP memvonis; penyaluran dana tersebut tak sesuai peruntukan dan merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,8 Milyar.

Mantan Kabag Pemdes era Bupati Marlina Moha Siahaan (MMS) ini bahkan nekat membeber bahwa dirinya hanya melakukan apa yang menjadi perintah atasanya waktu itu (Bupati MMS) yang meminta agar dipinjamkan dana sebesar Rp 1 Milyar  dimana uang tersebut diambil dari kas TPAPD Bolmong.

Namun bantahan mantan Bupati Bolmong Marlina Moha Siahaan saat dimintai keterangan oleh penyidik terkait kasus tersebut, membuat posisi Mursyid  terjepit hingga bulatlah keyakinan penyidik dan segera menetapkan Mursyid sebagai tersangka. Sedangkan MMS hanya dijadikan sebagai saksi.Terlebih ketika mantan penguasa Bolmong 2 periode itu ketika menjawab apa yang ditanyai penyidik saat pemeriksaan di Polres Bolmong (sebagaimana yang dituturkan Mursyid dan Cimmy), hanya selalu mengatakan; tidak tahu, tidak ingat, tidak pernah memberi perintah, dan lupa. Hingga miriplah pemeriksaan  itu tak jauh beda dengan pemeriksaan terhadap Nunun Nurbaeti (tersangka kasus suap travel cheq Deputi Gubernur BI yang kini mendekam di Rutan KPK).

Tak kalah merdu dengan Mursyid, Cimmy turut menyanyi. Meski ketika bertemu dua pekan kemarin, alumni STPDN ini masih kesulitan menutupi sikap loyal dan rasa sungkanya terhadap mantan Bupati MMS selaku bekas atasanya. Hal ini begitu nampak terutama dari tutur kata dan bahasanya. Cimmy juga masih belum terbiasa melepas kata Bunda atau Mama Didi yang biasa dipakai untuk menyebut Bupati Marlina Moha Siahaan.

Namun demikian, dihadapan penyidik ketika diperiksa untuk pertama kalinya, Cimmy tak cukup kuasa menyembunyikan keterlibatan Bupati MMS sesuai versi yang ia ketahui. Saat berbincang-bincang, Cimmy bahkan tak sungkan-sungkan menceritakan kepada saya apa yang mungkin (menurut saya) tak diceritakanya ke penyidik atau ke orang banyak.

Dalam pemeriksaan, dihadapan penyidik Cimmy menceritakan bagaimana Edy Gimon datang meminta uang sebesar Rp 105 juta kepada dirinya, begitu juga yang dilakukan Ikram Lasinggaru sebesar Rp 250 Juta. Kedua orang ini (Ikram dan Edy Gimon) mengaku kepada Cimmy bahwa mereka diperintah Bupati MMS. Pun demikian dengan Iswan Gonibala yang menemui Cimmy meminta 'pinjaman' Rp 200 juta yang konon (ini gosip yang perlu diverifikasi kebenaranya) digunakan untuk membayar hutang diluar yang tak terkait dengan Iswan sebab hanya menjalankan perintah. Semua uang yang diberikan Cimmy ke mereka itu adalah uang dari kas TPAPD.

Fitnah Lebih Kejam Dari Pembunuhan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi fitnah adalah; perkataan bohong tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang, semacam menodai nama baik dan merugikan kehormatan orang.

Atau  secara umum, dalam pengertian Bahasa Indonesia yang kita ketahui dan pahami, fitnah adalah perkataan tanpa dasar yang bertujuan untuk menjatuhkan seseorang. Merendahkan atau menurunkan martabat seseorang. Sebuah upaya agar seseorang itu menanggung akibat dari apa yang sebenarnya tidak ia kerjakan. Didalam Al Quran Surat Al Baqarah 2 : 191, juga disebutkan; “Fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan".

Soal TPAPD Bolmong, semua keterangan yang diberikan ke penyidik, ibarat telunjuk, semua menuding ke hidung mantan Bupati Bolmong Marlina Moha Siahaan. Jika itu ternyata cuma bohong belaka maka Mursyid dkk telah melakukan fitnah kejam terhadap Bupati MMS. Maka berhubung itu fitnah, alangkah betul jika Marlina Moha Siahaan (yang jelas gusar dengan fitnah itu)  melaporkan kelima orang pengumbar fitnah itu ke Polisi dan menyeret mereka ke pengadilan atas tuduhan pencemaran nama baik. Betapa tidak, MMS yang mantan Bupati Bolmong yang masih dihormati banyak kalangan, yang pernah menyandang gelar adat Ki Boki Inta Nolintak Kon Totabuan (gelar ini pernah dipolemikan Katamsi Ginano) tentu tak akan terima dirinya di fitnah melakukan korupsi dana TPAPD.

Namun sejauh ini, Mursyid CS sedikitnya masih terhindar dari sebagaimana kata pepatah: sudah jatuh tertimpa tangga pula.Sebab hingga kini (Mungkin karena alam hati lagi baik, atau merasa punya hutang budi terhadap para mantan anak-buahnya) MMS masih berbelas kasih dengan tidak melaporkan fitnah kejam yang dialamatkan kepadanya. Malah pada hari ke-3 saat Mursyid dan Cimmy meringkuk di balik terali besi Rutan Malendeng, mereka dapat besukan mantan atasan mereka; Bupati Marlina Moha Siahaan.

Bukan Fitnah

"Seburuk-buruk penilaian orang terhadap diri saya, satu hal yang perlu diketahui; saya pantang memfitnah orang" demikian kata Mursyid ketika sempat bertemu pada kesempatan dua pekan kemarin. Bagi dia apa yang telah diungkapkanya dihadapan penyidik saat pemeriksaan di Polres Bolmong waktu lalu adalah kebenaran apa adanya yang memang harus ia sampaikan. Dirinyapun mengaku siap menghadapi laporan mantan Bupati Marlina jika itu memang akan dilakukan.

Sedangkan Cimmy--nampak lebih selow--mengatakan kalau apa yang di-alaminya saat ini semata karena kesalahanya sebagai manusia biasa yang ikut terseret lantaran pasrah mengikuti arus "kebijakan" pimpinan. Meski demikian Cimmy pun membeber bahwa apa yang disampaikanya ke penyidik adalah kejujuran yang apa adanya dan bukan fitnah.
"Saya tidak memfitnah mantan Bupati. Apa yang saya sampaikan itulah fakta yang sebenarnya. Tapi biarlah proses hukum yang akan mengungkap kebenaran hakiki, siapa yang bersalah dan siapa yang tidak bersalah"

Akan halnya dengan Iswan Gonibala dan Suhardjo Makalalag, telah berulang-ulang kedua orang ini mengatakan di media bahwa mereka tidak bersalah dan tidak pernah tahu menahu terkait aliran dana TPAPD tersebut. jangankan mencicipi, melihat dana itu saja tidak pernah.

Penyidik dan Jaksa Bukang Daong Lemong

Se-awam-awamnya kita soal hukum, minimal kita mengetahui bahwa dari segi hirarki birokrasi, Mursyid Potabuga dan Cimmy Wua, berada dibawah Sekda. Jika Sekda mengetahui (sebagaimana keterangan Mursyid dan Cimmy) bahwa aliran dana TPAPD dipinjamkan ke Bupati maka otomatis Sekda ikut bersalah karena Sekda adalah penguasa anggaran. Artinya lalu lintas uang keluar diketahui Sekda.

Dalam pemeriksaan di Polres Bolmong, dihadapan penyidik Mursyid dan Cimmy ternyata memberikan keterangan dan mengakui keterlibatan Bupati MMS yang ikut  ‘’bermain’’ dalam penggerusan dana TPAPD. Keduanya juga mengakui kalau Sekda (saat itu masih dijabat Ferry Sugeha) mengetahui modus pinjam meminjam dana oleh Bupati MMMS. Penyidik semestinya tidak bodoh sehingga segera menindak-lanjuti pengakuan para tersangka saat di periksa dan dibuatkan B.A.P.  Supaya orang Mongondow tidak akan menyematkan olok-olok; daong lemong kepada penyidik.

Penyidik macam apa kwalitasnya kalau tidak cermat dan malah membiarkan pengakuan tersangka yang sedang diperiksa. Ibarat kata; maso talinga kanan, kaluar talinga kiri. Yang mampu melakukan ini cuma penyidik berkwalitas daong lemong.

Begitupun Jaksa Penuntut Umum, Lukman Effendi SH yang menangani kasus ini, setahu saya Lukman adalah Jaksa yang selain cerdas dan berdedikasi, juga dikenal tahu betul bagaimana menghadapi orang-orang licin. Namun toh di Bolmong untuk kasus beginian Lukman terkesan 'angkat bendera putih'. Padahal Lukman (kebetulan saya kenal sejak jaman kuliah dulu di Unsrat dan aktiv di Mapala/ Mahasiswa Pecinta Alam) jika di-ibaratkan kata; dia (Lukman) adalah lautan, jadi percuma menggaraminya. Sedang kata lain yang bisa menggambarkan Lukman (pendapat saya pribadi); jika lawanya ikan Tuna maka Lukman adalah  Hiu. Jika lawanya mafia maka ia adalah bos mafia. Lukman  juga terkenal keras dan tak kenal kompromi. Ia tahu betul menilai belang orang dan mengendus bau-nya. Terkait kasus TPAPD yang sedang ditanganinya saat ini (sudah bersidang di Pengadilan Tipikor Manado) semoga ia bisa terhindar dari julukan Jaksa daong lemong.

Tuntut Balik

Cimmy dan Mursyid adalah bawahan Bupati. Patuh atas perintah yang benar dari atasan adalah kewajiban. Tapi bagaimana jika perintah itu justru menjerumuskan keduanya hingga meringkuk di balik jeruji besi?
Atasan yang baik pantas disanjung, dijaga dan dihormati. Jika sebaliknya, maka cuma orang tolol yang mau menaruh hormat.

Jika Cimmy dan Mursyid merasa dizholimi atas kasus yang kini menimpa keduanya, maka sebenarnya mereka berhak menggugat mantan atasan yang telah menjerumuskan mereka hingga masuk bui.

Sementara itu, mantan Bupati MMS yang ketika itu adalah atasan Mursyid CS, sudah semestinya melindungi bawahanya agar tidak terjerumus.  Mantan Bupati MMS semestinya tahu bahwa dengan meminjam dana TPAPD untuk kepentingan apapun dan penggunaanya tak sesuai peruntukan itu adalah tindak pidana yang bisa dijerat dengan pasal pencucian uang. Apalagi usul meminjam dana itu datang dari Bupati Marlina sendiri.
Sayangnya ada orang yang sudah duluan tahu, sehingga di pasanglah Suhardjo Makalalag sebagai atas nama peminjam meski Suharjo hingga kini masih bersih keras mengaku bahwa dirinya tidak pernah merasakan sepeser-pun dana yang dipinjam. Jangankan meminjam, membaui saja tidak. Ibarat main catur maka jadilah Suharjo (yang bergelar master dari Amerika dan sedang pula merampungkan desertase untuk gelar doktor di Australia) cuma pion belaka yang dijadikan tumbal.

Mursyid dan Cimmy Terjepit

Sidang yang kembali dilalui Mursyid dan Cimmy pada Senin 27 Agustus 2012 di Pengadilan Tipikor Manado membuatnya terjepit tatkala mantan Sekda Bolmong Drs Ferry Sugeha ME dan mantan Asisten II Drs Farid Asimin MAP menjadi saksi  dan memberikan keterangan (dibawah sumpah Al-Quran) ke hadapan Majelis Hakim yang di-ketuai Armindo Pardede SH MAP.

Ferry yang adalah mantan Sekda mengatakan bahwa dirinya tak tahu menahu soal dana 1 Miliar yang diambil dari TPAPD Bolmong Tahun 2010. Sedangkan Drs Farid Asimin MAP (Sekarang Sekda Bolmong era Salihi-Yanni) mengatakan bahwa dirinya (Farid) mengetahui bahwa uang pinjaman 1 Miliar itu diambil dari dana TPAPD Triwulan III, akan tetapi uang yang dipinjam mantan Bupati Marlina itu telah dikembalikan lagi kepada Mursyid (terdakwa).

Dalam sidang tersebut, ketika giliran Mursyid menjadi saksi pada sidang Cimmy, mantan Kabag Pemdes itu memberi keterangan bahwa pada 9 Juni 2010 dirinya memberikan uang tunai 1 Miliar ke Bupati Bolmong yang ketika itu dijabat Marlina Moha Siahaan. Pencairan dana itupun menurut Mursyid sangat cepat dan Drs Ferry Sugeha selaku Sekda Bolmong ketika itu sudah mengetahui adanya proses pencairan uang tersebut bahkan sebelum pencairan sehari sebelumnya Mursyid mengaku sudah duluan di panggil Bupati ke Rumah Dinas Ilongkow membicarakan hal tersebut. (Harian Metro, Harian Manado Post).

Untuk kasus TPAPD ini sebaiknya tokoh yang merasa terlibat supaya rajin-rajinlah memanjatkan doa dan sembahyang tahajud tanpa merasa perlu ke paranormal. Dalam doa disisip permohonan agar aparat berwenang tetap mau 86. Supaya kasus yang bisa membuat segalanya seperti mimpi buruk bisa dititip didalam mesin pendingin hingga dugaan keterlibatan cuma jadi barang beku yang tak perlu di-olah. Dibiarkan dingin atau membusuk dengan sendirinya.

Terjerumusnya para birokrat Pemkab Bolmong, entah itu adalah pelaku utama atau cuma sekedar pion tumbal dalam kasus TPAPD, cukuplah menambah hati orang Mongondow tersakiti. Perasaan bangga orang Mongondow yang memiliki sosok seperti Suhardjo Makalalag; alumni USA dan yang sedang berjuang untuk memperoleh gelar doktor dari Universitas Viktoria Australia, terlampau ternodai.
Amatlah disayangkan memang jika cita-cita orang se-pintar Ajo (Suharjo Makalalag) yang sudah susah-payah bersekolah tinggi-tinggi di negeri nun jauh disana, akhirnya cuma kandas dibalik bui jadi pion yang ditumbalkan.

Maka kepada siapa kita pantas marah? Jangan tanyakan pada rumput yang bergoyang...