Senin, 03 September 2012

Meydi, Jangan Sampai Menepuk Air di Ladang....


Lewat http://www.tribunmanado.co.id saya kembali mendapat informasi terkini seputar berita pengunduran diri Bupati Boltim Meydi Lensun yang nampaknya kian heboh saja. Berita versi online ini mewartakan soal menyemutnya ratusan pengunjuk rasa di halaman kantor DPRD Boltim yang juga di-ikuti mamak-mamak yang bahkan diantaranya menangis.

Para pengunjuk rasa ini datang dari wilayah kecamatan Modayag. Tujuan mereka, Pertama; meminta Wakil Bupati Boltim supaya membatalkan rencana pengunduran dirinya. Kedua; meminta Bupati Boltim Sehan Landjar untuk ikut mundur dari jabatannya apabila Meydi tetap pada keinginan awalnya. Ketiga;  meminta Bupati Sehan Lanjar supaya bisa memimpin Boltim dengan menghormati dan menghargai komitmen dengan perjanjian kesepakatan bersama. Keempat : meminta pihak DPRD Boltim untuk menolak permohonan pengunduran Meydi Lensun sebagai Wabup Boltim.

Massa yang datang ini bahkan berani mempertontonkan aksi nekatnya dengan melakukan perampasan surat pengunduran diri Meydi lalu tanpa sungkan merobek dan menghamburkan kertas itu hingga ta fia-fia di halaman kantor DPRD Boltimn. Aksi tersebut seolah merupakan wujud sikap pengunjuk rasa yang menyatakan kalau mereka tak main-main!

Babak selanjutnya adalah ketika Meydi dihadapan Ketua DPRD Boltim Sumardia Modeong, menunjukkan beberapa kesepakatan yang tertoreh disebuah kertas antara dirinya dan Sehan Lanjar selaku Bupati Boltim yang telah memberi ingkar atas komitmen tersebut. Konon hal itulah yang menjadi pemicu dirinya hingga memutuskan untuk mundur.
***

Pembaca, hingga sejauh ini kita mungkin bertanya-tanya: apa sebenarnya isi komitmen antara Meydi dan Eyang hingga persoalan tersebut jadi sedemikian peliknya lalu meledak menjadi semacam "keributan massal" di Boltim. Efek dari "keributan massal" ini bukan berarti tidak mempengaruhi jalanya roda pemerintahan di Boltim. Lebih dari itu, apabila tidak ditangani secara cerdas, arif bijaksana (dengan kepala dingin tentunya), bukan tidak mungkin Boltim akan menjadi "ladang bencana" baru tatkala tiba saatnya dimana semua elemen satu persatu mulai memamerkan angongongnya.

Hingga hari ini, memang tak ada satu media pun yang memberitakan soal apa isi komitmen yang sebenarnya dilanggar oleh Bupati Boltim hingga membuat Meydi uring-uringan.

Namun demikian, ada beberapa hal yang sebenarnya patut kita tanyai (terutama lagiorang Boltim) terkait hal ini, pertama: seandainya media tahu apa isi dari komitmen tersebut, kenapa tak di-wartakan ke publik? apa yang harus ditutupi? kedua; apakah isi komitmen itu adalah menyangkut hajat hidup orang banyak (rakyat Boltim) atau cuma berisikan hajat hidup orang per orang atau kelompok per kelompok saja? Yang ketiga (ini yang belum dilakukan Meydi) ; jika ini menyangkut kepentingan rakyat Boltim, Meydi seharusnya tak perlu malu-malu menggelar konferensi pers dan menyampaikan secara terbuka ke publik apa alasan-alasan dirinya sehingga memilih mundur. Namun untuk yang ketiga ini, sebaiknya alasan yang dikemukakan Meydi berisi hal-hal yang terkait kemaslahatan rakyat Boltim. Sebagai contoh; Meydi memilih mundur karena ide-ide yang dibisikanya ke Bupati terkait Tapal Batas antara Mitra dan Boltim enggan didengar atau justru diabaikan Bupati. Atau komitmen antara dirinya dan Bupati terkait perbaikan infrastruktur dan sarana publik semacam jalan dan jembatan di Boltim yang sudah harus segera ditangani, ditolak mentah-mentah oleh Bupati. Atau barangkali ada ide cemerlang dari Meydi terkait bagaimana meningkatkan kesejahteraan rakyat Boltim dengan menggalakan program-program nyata dibidang pertanian dan perikanan yang ternyata ditolak juga oleh Bupati. Atau Meydi menyampaikan bahwa semua keinginan rakyat Boltim yang ingin maju dan sejahtera sudah disampaikanya ke telinga Bupati sudah tak henti-hentinya tetapi Bupati acuh-acuh saja, malah sibuk dengan kelompok-kelompoknya. Atau taruhlah rakyat pernah meminta Meydi supaya membisikan ke Bupati bahwa rakyat Boltim ingin sekali kalau disetiap desa yang ada, saat peringatan HUT Kemerdekaan RI kemarin dibuatkan pertandingan tarik tambang atau bola kasti biar seru dan rakyat terhibur lalu Bupati sudah berkomitmen setuju namun pada kenyataa ternyata tidak alias cuma badusta akang. 
Nah, dengan begitu, sudah pasti bukan cuma warga se-kecamatan Modayag yang akan turun ke jalan memberi dukungan pada Meydi, melainkan seluruh rakyat Boltim dari yang ada di Buyat hingga Pulau Nanas. Jadi jangan heran jika rakyat dan DPRD malah justru mendaulat supaya Eyang yang mundur, bukan Meydi.

Namun akan berbeda jika yang terkuak nanti adalah kabar yang menyebutkan bahwa Meydi memilih mundur semata-mata adalah karena adanya komitmen yang lebih banyak bermuatan kepentingan kelompok dibanding hajat hidup rakyat Boltim secara keseluruhan. Muatan tersebut bisa saja terkait fee atau jatah proyek yang tak urung terealisasi, malah hinggap dipangkuan orang luar pagar. Namun prasangka demikian kita kesampingkan dahulu sebab di media kita juga tahu kalau Meydi sudah memberi pernyataan bahwa yang membuatnya mundur bukan semata terkait fee maupun jatah proyek yang tak merata.

Saat ini air sedang kabur. Kita belum tahu apa yang ada di dasar kolam. Bisa Mujair, Lele, Udang, Ketang, beragam jenis belut atau mungkin onggallok, bisa jadi juga ada duri dan botol minuman merek Kasegaran yang ujungnya pecah ada di-antara ikan mas ikan mas gemuk. Atau rakyat Boltim mungkin bisa dengan sabar dan tak terpengaruh dengan waktu bisa menunggu sampai air kembali jernih atau habis meresap hingga yang tersisa tinggal apa yang ingin diketahui dan sekalian ingin ditangkap.

Ada baiknya memang rakyat percaya dan menghormati apa yang disampaikan Meydi terkait alasan kemunduranya bukan karena kepentingan kelompok yang tak terdistribusi secara merata. Sekalipun (konon) hanya orang-orang tertentu saja yang sebenarnya sudah tahu betul detil-detil perseteruan itu, biarlah rakyat menunggu saja dan tak mudah terprovokasi atau diprovokasi. Kita pun berharap semoga saja bukan soal "itu" yang menjadi penyebab kerena jika benar demikian maka apa yang dilakukan Meydi sama halnya dengan kata pepatah; menepuk air diladang, terpercik muka sendiri.