Kamis, 06 September 2012

Pembatalan Yang Menyedihkan

Saya menulis artikel ini sambil merokok Gudang Garam Merah ditemani segelas kopi Kotamobagu Cap Keluarga dan dua buah Surat Kabar berbeda terbitan Sulut.

Soal merek rokok dan kopi yang saya cantumkan disini, tak usah dianggap sebagai iklan terselubung. Blog ini tak dikunjungi jutaan orang dan membuat saya berasusmsi; para pembaca (yang perokok) pasti sudah punya pilihan merek masing-masing. Sedangkan soal kopi, saya juga percaya, hampir semua pembaca adalah penikmat kopi Kotamobagu tanpa perlu terpengaruh iklan.

* * *

Teka-teki apa isi komitmen yang dipersoalkan Meydi Lensun hingga mengambil keputusan untuk mundur dari jabatanya selaku Wakil Bupati Boltim (belakangan urung dilakukan), sebagaimana pada tulisan saya sebelumnya: "Meydi, Jangan Sampai Menepuk Air di Ladang...." sepertinya terjawab sudah lewat pernyataan langsung dari Bupati Boltim Sehan Lanjar disejumlah media cetak yang terbit 5 September 2012, termasuk pemberitaan lewat situs media online diantaranya http://www.tribunmanado.co.id dan http://www.kontraonline.com

Dalam tulisan saya sebelumnya, jujur ada perasaan "ngeri" menjalar tatkala membayangkan; bagaimana pada giliranya nanti Bupati Boltim Sehan Lanjar akan menyeruakkan ke publik, apa sebenarnya isi komitmen yang dipersoalkan Meydi terhadap dirinya. Hal yang saya "takuti" ini sebagaimana yang saya rangkumkan dalam kutipan peribahasa lama; menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri. Atau peribahasa lain dengan pemaknaan yang hampir mirip; Ibarat meludah ke atas,toh jatuh kena pipi juga. Atau jika belum cukup lagi, maka kita kutip Nietzche lewat Zarathustra; Hati-hatilah, jangan meludah melawan angin.

Betapa tidak, apa yang membuat Meydi uring-uringan hingga berkoar mundur, ternyata lebih didasari oleh adanya komitmen antara dirinya dengan Bupati. Ini terbongkar setelah Eyang membeber ke-media bahwa  komitmen itu berisi jatah-jatahan proyek dan distribusi jabatan.

Saya kutip omongan Eyang; "Pengunduran diri dengan alasan komitmen harus bagi proyek itu adalah konyol, karena komitmen Bupati dan wakilnya itu kepada rakyat. Kalau kita harus memaksakan kesepakatan yang ada di kertas, maka itu adalah kesepakatan sesat dan melanggar undang-undang," (http://kontraonline.com/8594/eyang-mau-mundur-kemudian-batal-jawaban-saya-ha-ha-ha/)

Tak cukup sampai disitu Eyang menambahkan lagi; "Jadi kami sebagai pemimpin daerah, tidak untuk menjadi tukang bagi proyek kemudian bagi-bagi job kepada keluarga dan kerabat untuk menjadi kepala dinas,"

Sedangkan yang tak kalah menohok lagi; "Menurut saya, kalau ingin mengundurkan diri langsung saja ke DPR, suratnya bisa dikirim lewat bentor (becak motor-red) atau ojek juga kan bisa. Saya kalau rencana mau mundur, tidak perlu bilang-bilang. Bahkan istri saya pun tidak akan tahu kalau saya mau mundur dari jabatan. Jangan bikin sensasi yang membuat akhirnya bukan politik tapi politis. Kita ini pemimpin, tidak bisa main-main,"

Kemudian ditutup dengan makna yang sedikit mengolok-olok; "Ini kalimat saya yang terakhir dan tolong disiarkan. Bahwa pernyataan mengundurkan diri, dan dia (Medy-red) mencak-mencak di media massa, konfrensi pers di mana-mana, serta lewat jaringan sosial, kemudian tiba-tiba sekarang ini dia mengatur massa seratusan orang, yang notabenenya sebagian orang itu bukan dari Boltim. Itu tidak apa-apa, itu adalah upaya dia, wajar-wajar menurut dia. Pernyataan mengundurkan diri kemudian membatalkan, saya jawab dengan, ha ha ha ha"

Ada kesedihan yang tiba-tiba menjalar hingga ke dalam batin tatkala menyadari perseteruan antara Eyang dan Meydi semakin frontal. Boltim dengan umurnya yang masih balita sehingga perlu dijaga masa pertumbuhanya, harus mengalami goncangan yang justru menganggu pertumbuhan itu sendiri. Kemesraan yang dulunya terjalin hangat berubah jadi murka yang dibumbui  olok-olok di media.

Mari kita bayangkan sejenak sebuah pasangan keluarga harmonis yang baru dikaruniai seorang anak berumur 4 tahun yang masih sangat butuh perhatian dan kasih sayang kedua orang-tuanya; menjaga sang anak agar terhindar dari sakit, memberinya asupan gizi yang cukup, memberinya tempat ternyaman untuk bisa tidur, mengajarinya berjalan, berhitung atau mengeja kata demi kata. Pendek kata segala perkara dalam mengurusinya haruslah everything is all about the baby.

Kemudian bayangkan jika dalam masa itu, orang tua dari sang anak, oleh karena suatu sebab, terlibat cek-cok yang efeknya bisa membuat si anak terlantar. Rumah yang sebelumnya tenang penuh cinta dan kasih seketika berubah gaduh; pecahan piring, bunyi pintu yang dibanting, bentak dan teriakan yang dalam level tertentu bisa diwarnai dengan aksi mogok mengurusi anak. Tak sedikit para ahli berpendapat bahwa semua itu akan sangat berdampak dan mempengaruhi pertumbuhan si kecil baik fisik maupun mental.

Namun demikian, pengalaman memang memberikan kepada kita kisah, bagaimana sebuiah rumah tangga broken home bisa bersatu dan harmonis kembali demi pertumbuhan si buah hati.

* * *
Sampai dengan hari ini kita tahu kalau Meydi mengurungkan niatnya untuk mundur dari jabatanya selaku Wabup Boltim dengan alasan menghormati  masa pengunjuk-rasa yang tak lain adalah pendukungnya. Ia juga menyampaikan pertimbangan soal instabilitas di Boltim apabila ia memaksakan egonya untuk mundur.

Tak dinyana urungnya Meydi mundur dari jabatanya dengan alasan diatas, tak hanya melahirkan kontroversi, hujatan, caci maki dan olok-olok baru terhadap dirinya. Hal ini bisa kita lihat terutama di group jejaring sosial Facebook atau bahkan dalam tajuk sebuah pemberitaan di media yang menuliskan kalau pengunduran Meydi adalah gertak sambal belaka dan wujud sikap politisi yang ke-kanak-kanak-an. Ejekan yang agak brutal juga mengutip peribahasa yang bukan lagi meludah ke atas melainkan menelan ludahnya kembali.

Dari semua peristiwa dan "keributan massal" yang belakangan terjadi di Boltim, lagi-lagi pelajaran dan pengalaman penting-lah yang dapat kita ambil sebagai hikmah.

Kalimat yang ingin saya jadikan sebagai penutup tulisan kali ini adalah; kepada rakyat yang masih suka mempercayakan nasibnya ke pundak pemimpin dan yang masih ingin memilih pemimpin, sebaiknya jangan pilih pemimpin ber-kelas daong lemong!