Senin, 09 Maret 2015

Sesat Pikir Netizen Reaksioner Berisik di Mongondow


AWALNYA saya tidak pernah menduga, kalau jawaban seorang keke Minahasa bernama Nova Soputan kepada Raffi Ahmad dalam acara Dahsyat di RCTI (Minggu 08 Maret 2015), bakal dinalari kalangan netizen di Mongondow dengan logika bengkok namun kerdil. Lebih sontoloyo lagi ketika secara berjamaah dan tanpa ada rasa malu, mereka berusaha untuk tetap memaksakan diri dalam kebengkokan itu dengan cara menggeneralisir (tareangkum in kai Mongondow) terkait jawaban seorang keke Minahasa kepada Raffi Ahmad.

Maka di sini tujuan busuknya sudah kelihatan yakni, mempertersangkakan seluruh mahasiswa Akademi Keperawatan Totabuan (termasuk yang hanya menonton) untuk dijadikan korban bully di media sosial, karena menurut netizen di Mongondow, anak-anak Akper Totabuan (Akto) yang hadir di acara Dahsyat RCTI, memalsukan identitas ke-mongondow-an mereka. (Maaafkanlah para netizen reaksioner yang memfitnah secara buta itu).

Namun yang semakin naujubillah dari semua itu adalah, usaha keras-kerasan para netizen reaksioner berisik dalam mencari pembenaran yang kemungkinan mereka kais entah dari gudang mana.

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Tak ada pula yang berhak menjadi polisi tukang larang sederet status berisi hujatan dan komen yang kehilangan pijakan terserak sudah di media sosial. Hal itulah yang tiba-tiba membuat saya berpikir, masih mending kalau nasi sudah jadi bubur, tetapi bagaimana kalau tak pernah ada orang yang menanak nasi lalu tiba-tiba meributkan bubur? Sama seperti, Nova Soputan yang bicara dia dari Manado, tapi keseluruhan anak Akper Totabuan yang dihujat karena dituduh malu mengaku anak Mongondow. Keterlaluan ini hanya membawa kita menyimak berderet meme dan hastag Haji Lulung, ambil contoh; “Haji Lulung naik pesawat Lion Air, berangkatnya hari ini, tibanya kemaren,”.

Setelah keributan tentang Akper Totabuan kemarin, Senin hari ini saya masih senantiasa tertawa, entah bagaimana cara netizen  di Mongondow (memang tidak semua sih) menerjemahkan tayangan percakapan singkat antara Nova Soputan dan Raffi Ahmad di RCTI. Kekeliruan-kekeliruan dalam bentuk posting status dan komen-komen di medsos, hanya membuat saya penuh keyakinan berkesimpulan; betapa payahnya logika para netizen reaksioner berisik di Mongondow yang sepertinya mengalami kemiskinan info tapi banyak bacot. Saya bahkan berkeyakinan kalau mereka sebenarnya tidak pernah menonton tayangan Dahsyat edisi Minggu 08 Maret 2015, pagi kemarin. Kecuali mendapatinya lewat bisik-bisik yang jauh panggang dari betul, dan hanya mengantongi informasi yang jauh panggang dari fakta.

Betapa tidak, yang saya temui ketika menelusuri keributan itu di medsos, adalah sesat pikir yang betapa memalukannya sebab tak jelas mana kepala mana ekor, mana kumis mana rambut, mana pusar mana telinga. Semua serba cacat sehingga untuk urusan membully pun tak becus. Jadinya malah senjata makan tuan, membuat pipi para pembully memerah, ibarat ditempeleng dengan cara sambil tertawa dan rasa gemas yang mencolok.

Mengapa sampai setega itu? Karena mereka membully anak-anak Akper Totabuan, tetapi tidak sadar dengan penuh rasa malu bahwa mereka malah sudah menjadikan diri mereka sebagai objek bully yang paling menggemaskan untuk dibully se-bully-bully-nya bully.

Atau kita harus memberi sedikit pelajaran logika terhadap para netizen di Mongondow yang membully namun sebenarnya terbully secara otomatis.

Maka mari belajar logika dan perhatikan silogisme sebagai berikut ini :

Ayah Nova berasal dari suku Minahasa (premis mayor)
Nova adalah anak dari Ayahnya (premis minor)
Nova adalah turunan suku Minahasa (konklusi)

Kemudian,

Soputan adalah marga dari suku Minahasa
Nova bermarga Soputan
Nova adalah suku Minahasa.

Biar makin lengkap, simak lagi silogisme berikutnya;

Mokoginta bukan marga suku Minahasa
Uyo bermarga Mokoginta
Uyo bukan dari suku Minahasa

Selanjutnya, mari kita belajar dengan CONTOH kasus dibawah ini dengan mempergunakan logika secara lebih sehat dan pada tempatnya, agar tak sesat pikir lagi;

Alex Mawengkuraga adalah seorang anak suku Amungme asli di pedalaman Papua. Dia lantas datang ke Mongondow, tinggal di Kotobangon, dan kuliah di Akademi Keperawatan Totabuan. Suatu ketika Alex dan teman-teman Kampus Akper berjumlah 40 orang, sedang berada di Jakarta oleh suatu urusan. Mereka lalu menyempatkan diri nonton konser musik indoor di salah satu stasiun tv swasta di Jakarta. Alex lantas di daulat Raffi Ahmad selaku presenter acara tersebut supaya tampil berpartisipasi dalam segmen lomba makan mie instant 10 bungkus. Saat lomba baru akan dimulai, terjadi dialog singkat antara Alex dengan Raffi Ahmad, sebagai berikut;

Presenter : Dari mana?
Alex : Papua
Presenter : Kampusnya di mana?
Alex : Di Akper Totabuan

Lalu lomba makan mie dilaksanakan dan Alex mendapat peringkat ketiga dari tiga peserta. Sesudah itu tak ada lagi tanya - jawab. Alex kembali di barisan penonton tempat dimana teman-teman sekampusnya berjejer di situ.

Tiba-tiba apa yang terjadi di Mongondow?

Alex Mawengkuraga dicaci habis-habisan. Dan karena Alex Mawengkuraga adalah anak Akper Totabuan, maka teman-temannya sesama anak Akper Totabuan (yang hanya menonton Alex tampil), ikut dihujat, dicaci, dan dihinakan gara-gara tak mengaku orang Mongondow di hadapan Raffi.

Hellooo......??? RCTI itu milik siapa? Apakah anak-anak Akper yang hadir di acara yang sebenarnya tak bermutu itu harus turun dari tribun lalu berlari ke depan dan merengek-rengek dihadapan Raffi Ahmad supaya mau mewawancarai mereka yang konon berjumlah 40 orang itu? Sehingga mereka berkesempatan mempromosikan Mongondow dan dapat kesempatan ekslusif untuk membentangkan sejarah ke-mongondow-an di depan kamera dan disaksikan masyarakat dari Merauke hingga Sabang? Agar para netizen reaksioner berisik di Mongondow puas dan mudah tidur? Sehingga Ardiansyah Imban tidak perlu berteriak-teriak di status facebook-nya, yang nekat mengatai anak-anak Akper Totabuan; menjijikan???!! (Ya, ampun..adakah anak-anak Akper Totabuan ini memilih Ardiansyah Imban jaman Pileg lalu)

Alex dan anak-anak Akper Totabuan bahkan tak hanya dibully melainkan diancam agar tak usah kembali ke Mongondow tersebab kelakuan dia (bahkan digeneralisir dengan rombongannya) memalsukan identitas dirinya sebagai anak Mongondow asli.

Maka betapa kurang-ajarnya pula ada meme Bogani yang sedang menantikan Alex bersama teman-teman Akper Totabuan lainnya meruyak di medsos. Alex Mawengkuraga dan kawan-kawannya sesama Akper Totabuan terus dihujat karena dituduh tidak mengakui bahwa dia (Alex dan anak-anak Akper Totabuan) adalah anak Mongondow. Mereka gondok karena Alex saat ditanya Raffi Ahmad; asal mana? tidak mengaku sebagai anak Mongondow asli. (Lha, mengaku anak Mongondow asli bagaimana sedang dia asli suku Amungme?)

Pembaca, seperti itulah yang dialami Nova Soputan. Dia adalah keke Minahasa yang lahir di Ratahan Kabupaten Minahasa Selatan. Dia kuliah di Akper Totabuan Kotamobagu (Mongondow) dan Minggu 08 Maret 2015 kemarin berada di Jakarta bersama teman-teman Akper Totabuan yang lain dan berkesempatan nonton Dahsyat di RCTI lalu didaulat Rafi Ahmad ikut lomba makan mie.

Betapa kurang-ajarnya pula ada Meme Bogani yang sedang menantikan Nova bersama teman-teman Akper Totabuan lainnya meruyak di medsos. Nova Soputan dan kawan-kawannya sesama Akper Totabuan terus dihujat karena dituduh tidak mengakui bahwa dia (Nova dan anak-anak Akper Totabuan) adalah anak Mongondow. Mereka gondok karena Nova saat ditanya Raffi Ahmad; asal mana? tidak mengaku sebagai anak Mongondow asli. (Lha, mengaku anak Mongondow asli bagaimana sedang dia asli suku Minahasa?)

Maka kedunguan macam apa lagi yang hendak dipertontonkan para netizen pembully di Mongondow yang untuk urusan membully saja tak becus, bagaimana mau buat status yang benar.

Tulisan sebelumnya :

1. Dahsyatnya  Nova Soputan: Dihujat Gara-Gara Hanya Menyebut dari Akper Totabuan (Tanpa Mongondow)